Minggu, 06 Juni 2010

Marah = Sehat, ....


Marah Itu Sehat, Loh
Kompas
Kompas.com — Selain menjaga kesehatan fisik, kesehatan emosional idealnya juga dipelihara. Salah satu caranya adalah dengan meluapkan kemarahan sesekali. Ketimbang dipendam saja, sebaiknya emosi yang tertahan dibiarkan merembes keluar agar tidak terjadi ledakan.
Para ilmuwan menemukan bahwa meluapkan kemarahan bisa meningkatkan aliran darah ke bagian otak yang berkaitan dengan rasa bahagia. Dalam penelitian yang dilakukan para ahli dari Spanyol diketahui bahwa belahan otak sebelah kiri (hemisfer) lebih terstimulasi saat seseorang sedang marah.
Dr Neus Herrero dari University of Valencia, Spanyol, yang mengetuai penelitian ini, mengatakan, bagian frontalis kiri otak berkaitan dengan emosi yang positif, sedangkan di bagian kanan berhubungan dengan emosi negatif. "Perubahan aktivitas otak juga terjadi, terutama di bagian frontalis dan lobus temporalis," katanya.
Belahan otak terbagi menjadi empat lobus, yang mengendalikan berbagai aktivitas berbeda. Lobus frontalis (di belakang dahi) pada masing-masing belahan mengatur aktivitas seperti berbicara dan berpikir abstrak.
Sementara itu, lobus temporalis yaitu bagian yang membantu kita bisa mendengar dan mengartikan bunyi serta bertanggung jawab atas memori.
Marah juga memiliki manfaat positif lain, yakni memicu perubahan dalam tubuh yang berfungsi mengontrol kerja jantung dan hormon. Dari hasil pemeriksaan kepada 30 responden diketahui, saat marah terjadi penurunan hormon kortisol dan peningkatan level testosteron.
Akan tetapi, Herro mengingatkan efek negatif dari marah, yakni naiknya tekanan darah. Karena itu, marah akan menjadi luapan emosi yang wajar ketika kita berhasil meluapkannya sesuai dengan porsinya.
Yang perlu digarisbawahi adalah ‘Salah satu caranya adalah dengan meluapkan kemarahan sesekali.’ Satu kalimat di atas masih perlu ditebalkan adalah ‘sesekali’. Ini dapat diartikan bahwa tidak semua hal dapat diselesaikan dengan luapan kemarahan. Sebaiknya kemarahan dikelola dengan baik dan disalurkan sesuai dengan kadarnya. Pasti kita pernah mendengar manajemen konflik dan pengendalian emosi, bukan? Bahkan kemarahan yang disalurkan pada ‘jalan yang lurus’ akan berbuah manis.
Sayangnya, tidak setiap orang bisa mengendalikan emosinya dan tidak setiap orang mampu dan mau mengelola konflik dengan tepat. Terkadang orang mempunyai persepsi bahwa apa yang dia inginkan harus dipatuhi jika tidak, langsung marah tak terkendali dan tanpa basa-basi.
Ini sering dan biasa terjadi pada tipe-tipe orang seperti di bawah ini:
1.       pimpinan yang ‘bossy’,
2.       anak baru gedhe,
3.       orang yang shock dengan perubahan dirinya misalnya dulu kaya sekarang tak punya apa-apa atau
4.       sebaliknya pada OKB (orang kaya baru), dari yang tidak punya apa-apa sekarang bisa melakukan apapun yang dia suka
5.       orang yang merasa bahwa dialah yang mempunyai masalah paling rumit
6.       orang yang merasa paling tahu daripada orang lain di sekitarnya
7.       merasa lebih punya kompetensi dan kekuasaan dibandingkan lainnya
8.       kurangnya bergaul dengan masyarakat yang heterogen
9.       tidak mau belajar dari pengalaman
10.   tidak mau belajar dengan lingkungan dan perubahannya.
Semakin tinggi kemampuan seseorang untuk mengendalikan emosi dan mengelola konflik, semakin bijaksana orang tersebut. Bijaksana dalam menghadapi dan menjalani kehidupan.

Ditulis oleh: ISti RDM

Tidak ada komentar:

Posting Komentar